A. KELUARGA
SEHAT
1. Konsep
Sehat dan Tidak Sehat
Sehat adalah keadaan seseorang yang tidak sakit badan dan jiwa, cukup
makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih, serta perilaku dan interaksi
sesuai dengan etika dan hokum. Apabila sebuah keluarga memenuhi keempat unsur
dalam konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga itu adalah keluarga sehat
dalam arti paling sempurna atau lengkap (Family
in Complete Health). Jika salah satu unsur saja tidak dipenuhi, dapat
berpengaruh terhadap kehidupan keluarga secara keseluruhan dengan sebutan
tertentu.
Akibatnya akan muncul konsep-konsep alternatif yang mengandung pernyataan
dalam arti tidak sehat dari segi tertentu, yaitu :
a.
Sering tidak sehat badan disebut keluarga sakit-sakitan (Sickly Family);
b.
Tidak mampu membeli makanan bergizi disebut keluarga
miskin (Poor Family);
c.
Tinggal di lingkungan kotor dan bau disebut keluarga
kumuh (Vile Family);
d.
Tinggal di lingkungan kotor dan becek disebut keluarga
jorok (Dirty Family);
e.
Sering melakukan kejahatan dan keonaran disebut keluarga
brengsek (Bad Family); dan
f.
Istilah-istilah sejenis lainnya.
Keluarga
dengan sebutan alternatif di atas umumnya dapat dijumpai di berbagai kota yang
jumlah penduduknya padat, pendidikan tidak memadai, lapangan pekerjaan
terbatas, pendapatan perkapita rendah, pembangunan tidak teratur, dan situasi
politik tidak menentu. Di Indonesia, keluarga yang tidak beruntung ini banyak
dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta,
dan Bandung yang disebut masyarakat miskin kota (Poor
Urban Society).
2. Sehat
Badan dan Sehat Jiwa
Seorang
anggota keluarga dikatakan sehat badan (Sound
of Body), tidak dalam keadaan sakit fisik apabila badannya segar bugar,
tidak sakit/cacat akibat penyakit, kecelakaan, atau akibat benturan dengan
suatu benda keras, atau akibat serangan pihak lain atau binatang buas. Seorang
anggota keluarga dikatakan sehat jiwa (Sound
of Mind), tidak dalam keadaan sakit jiwa apabila cara berpikir dan
bertindaknya waras, mampu membedakan antara mana yang benar dan salah, mana
yang baik dan buruk, serta mana yang bermanfaat dan merugikan. Seseorang yang
sehat badan dan sehat jiwa biasanya mampu bekerja, berkomunikasi, dan
berinteraksi secara wajar, teratur, serta mampu bertanggung jawab. Sehat badan
dan jiwa merupakan konsep sehat dalam
arti hakiki atau arti sesungguhnya yang menentukan perjalanan hidup seseorang. Antara sehat
badan dan jiwa tidak selalu terjadi pengaruh timbal balik. Biasanya orang yang
sehat badan juga sehat jiwanya. Seperti kata peribahasa “Pada badan yang sehat
terdapat jiwa yang sehat”. Namun, pada suatu keadaan mungkin terjadi seseorang
yang sehat badan tetapi tidak sehat jiwanya. Badannya segar bugar, tidak
terserang penyakit, bebas bergerak ke mana saja, tetapi jiwanya tidak waras,
membahayakan dan merugikan orang lain serta merusak barang yang ada di
sekitarnya. Sebaliknya, mungkin pula terjadi orang yang sehat jiwanya tetapi
tidak sehat badannya. Badannya tidak sehat karena terserang penyakit, tidak
bebas bergerang ke mana saja, tetapi jiwanya waras, dan tidak mengganggu orang
lain.
Orang yang tidak sehat badan atau tidak sehat jiwanya
memerlukan perawatan dan perlakuan (Treatment)
yang berbeda. Perawatan dan perlakuan terhadap orang yang tidak sehat badan
atau tidak sehat jiwanya dilakukan oleh tenaga medis profesional yang berbeda. Tenaga
medis yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, dokter jiwa, dan dokter spesialis,
semuanya disebut Medical Doctor. Dalam melaksanakan tugasnya,
dokter medis dibantu oleh perawat (Nurse).
3. Makanan
Bergizi
Seorang
anggota keluarga yang sehat badan dan sehat jiwa adalah orang yang mengkonsumsi
makanan bergizi (Nutrition Food)
dalam ukuran yang cukup. Makanan bergizi artinya gizi (Nutrient) makanan tersebut sudah ditentukan ukuran jumlah dan jenis
kecukupannya menurut ilmu gizi (Nutrition).
Jenis makanan yang cukup biasanya disebut empat sehat lima sempurna.
Makanan empat sehat terdiri dari nasi/roti, sayur, lauk, buah, dan susu.
Makanan empat sehat lima sempurna merupakan dambaan semua keluarga, namun
tingkatan pendapatan dan jumlah anggota keluarga itulah yang mempengaruhinya.
Dari segi makanan empat sehat lima sempurna, kehidupan
keluarga yang satu berbeda dengan keluarga yang lain. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah anggota keluarga serta tinggi rendahnya pendapatan
keluarga. Pada keluarga yang jumlah anggotanya kecil, tetapi pendapatan
keluarganya besar, pemenuhan kebutuhan makanan empat sehat lima sempurna akan
lebih terjamin. Sebaliknya, pada keluarga yang jumlah anggotanya besar, tetapi
pendapatan keluarganya kecil, pemenuhan kebutuhan makanan empat sehat lima
sempurna akan kurang terjamin atau bahkan tidak terpenuhi.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan meningkatkan pendapatan keluarga, tetapi hal ini terbatas pada kemampuan
orang tua atau kepala keluarga. Mungkin cara efektif yang dapat ditempuh adalah
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB)
di kalangan keluarga yang tingkat kelahirannya tinggi, tetapi pendapatan
keluarganya rendah melalui penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan
keluarga berencana dapat dilakukan oleh tenaga medis yang relevan dibantu oleh
tenaga bidan (Mid Wife),
atau mungkin juga perawat (Girl Nurse).
Manfaat keluarga berencana adalah pegaturan masa kehamilan, penurunan jumlah
kelahiran, pengurangan angka kematian, dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Di samping itu, juga dapat dilaksanakan
program makanan bergizi empat sehat lima sempurna melalui penyuluhan dan
pelatihan. Makanan bergizi tidak selalu harus diperoleh dengan harga yang
mahal. Penyuluhan dan pelatihan makanan bergizi dapat dilakukan oleh tenaga ahli
gizi (Nutritionist),
bersama tenaga ahli kesehatan lingkungan (Envoronment
Health Specialist), atau tenaga ahli kesehatan masyarakat (Public Health Specialist), dan
dibantu oleh tenaga bidan/perawat atau tenaga kesehatan lingkungan.
4. Lingkungan
Bersih
Di samping badan dan jiwa yang sehat serta cukup makanan
bergizi, seharusnya orang tersebut juga tinggal dan hidup di lingkungan yang
bersih (Clean Environment) dan
berpakaian bersih. Lingkungan adalah tempat hidup yang berada di daratan,
lautan, atau udara. Bersih adalah keadaan tidak tercemar oleh kotoran manusia,
hewan, sampah, limbah buangan, polusi gas, curahan minyak, suara bising, dan
kriminalitas yang merusak atau merugikan kehidupan manusia menjadi sumber
penyakit. Konsep bersih yang dirumuskan biasa disebut bersih fisik (Physicall Cleanliness) karena bentuk
atau wujud keadaan yang tidak tercemar itu dapat diamati dengan panca indera
atau bersentuhan dengan raga manusia.
Di samping itu, ada pula bersih dalam arti cara
berpikir bersih (Clean Mind),
yaitu berpikir objektif, jujur, itikad baik, manusiawi, dan berpihak
pada kepentingan orang banyak. Bersih dalam arti ini biasa disebut bersih mental
(Mental Cleanliness). Misalnya,
tidak akal-akalan, tidak membodohi orang, lebih mengutamakan kepentingan orang
banyak, serta bebas dari niat korupsi dan manipulasi. Bersih mental ini dapat
diketahui dan dibuktikan melalui perbuatan nyata yang dapat diamati dengan
panca indera dan dinikmati banyak orang dalam hidup bermasyarakat. Orang yang
bersih mental sangat bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat luas.
Keluarga yang telah memenuhi unsur sehat
badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, serta hidup di lingkungan yang bersih,
dapat dikatakan telah mempunyai tingkat kesejahteraan hidup yang cukup baik.
Ketiga unsur tersebut saling berkaitan. Kesehatan badan dan mental adalah
syarat utama untuk bekerja mencari nafkah guna memperolah makanan bergizi. Makanan
bergizi pasti bersih, sehingga orang yang mengonsumsinya menjadi sehat. Jadi,
keluarga sehat itu adalah keluarga yang sehat badan dan jiwa, cukup makanan
bergizi, pakaian bersih, tinggal dilingkungan bersih, dan mampu bekerja keras.
Upaya yang dapat ditempuh agar keluarga selalu bersih adalah
menyadarkan anggota keluarga agar selalu terbiasa :
a.
Memelihara diri agar tetap bersih dengan mandi
sedikitnya 2 kali sehari ketika pagi dan sore hari.
b.
Memakai pakaian bersih dan sopan walaupun
harganya murah.
c.
Menata lingkungan tempat tinggal (rumah,
pekarangan, selokan) agar tetap bersih dan teratur serta menyenangkan.
d.
Menyediakan tempat pembuangan sampah di
pekarangan atau di lingkungan tertentu agar tidak membuang sampah sembarangan
yang dapat menjadi penyebab banjir dan sumber penyakit.
5. Interaksi sesuai dengan Etika dan Hukum
Keluarga adalah pusat interaksi suami, istri, orang tua,
anak-anak, atau dengan anggota keluarga yang lainnya. Interaksi tersebut
dilakukan sesuai dengan etika keluarga yang telah ditentukan/dicontohkan orang
tua (ayah dan ibu). Perilaku yang diwujudkan dalam bentuk interaksi tersebut
menciptakan hubungan yang serasi dan harmonis, saling menghormati, saling
menghargai, saling memberi dan menerima, saling membantu, serta saling
asah-asuh selama anggota keluarga dalam lingkungan keluarga. Akibatnya timbul
kondisi sehat dalam arti tertib, aman, damai, serta tentram lahir dan batin.
Keadaan ini berlangsung secara terus-menerus, dipatuhi, dan dihargai sampai terbiasa
dan akhir-nya membudaya.
Apabila anggota keluarga yang satu berhubungan baik
dengan lainnya atau anggota masyarakat yang lebih luas, kondisi interaksi sehat
tersebut berlanjut dan bahkan beradaptasi antara satu sama lain. Sehingga
terbentuklah kondisi sehat yang lebih luas. Jika ada anggota masyarakat yang
melanggar kondisi sehat tersebut dalam arti perbuatan yang tidak sesuai dengan
etika (Ethics). Anggota masyarakat
sepakat pula memberi sanksi etis, misalnya : dibenci, dikucilkan dari
pergaulan, tidak dihiraukan, ataupun tidak disukai jika perbuatan anggota masyarakat
itu merugikan kepentingan orang lain baik secara moral ataupun material, pihak
yang dirugikan berhak menuntut pemulihan atas kerugian yang didapatnya. Dalam
keadaan demikian, etika ditingkatkan statusnya menjadi aturan hukum (Rule of Law) yang disertai sanksi tegas dan
keras bagi pelanggarnya. Etika yang tadinya hanya bertaraf kebiasaan positif berubah
menjadi aturan hukum Positif (Positive Rule
of Law).
Dalam konteks etika dan aturan hukum pergaulan hidup, anggota
keluarga ataupun masyarakat yang bertindak sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku
menciptakan kondisi sehat yang menyenangkan bagi semua orang bahkan terhadap pemeliharaan
lingkungan alam dan hewan disekitarnya. Suasana keteraturan berlangsung terus-menerus
dan terbiasa pada akhirnya menjadi budaya keluarga atau masyarakat sadar hukum.
Apabila terjadi perbuatan yang melanggar etika hukum apalagi menimbulkan kerugian
bagi orang lain, maka akan timbul suasana yang tidak sehat yang meresahkan keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Kondisi perbuatan tidak sehat ini harus segera dipulihkan
menjadi sehat kembali sehingga keteraturan dan ketentraman tetap terpelihara.
Memang diakui, ketertiban dan keamanan erat kaitannya
dengan kondisi kehidupan keluarga atau masyarakat. Makin tinggi tingkat penghasilan
maka makin baik kondisi kehidupan mereka karena terpenuhi kebutuhan secara wajar.
Sebaliknya, makin rendah tingkat penghasilan maka makin buruk kondisi kehidupan
karena kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Keluarga yang ada dalam kondisi
ini umumnya disebut keluarga miskin, namun belum tentu menjadi sumber keonaran dan
kekacauan. Kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang perlu diberantas karena dapat
menjadi salah satu factor timbulnya kemaksiatan yang dapat berupa pencurian, perampokan,
pembegalan, atau pelacuran dalam bentuk kriminalitas lainnya.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dicari akar masalah dan cara penyelesaiannya
yang paling mendasar. Jika benar kemiskinan adalah akar masalahnnya maka upaya yang
dapat ditempuh adalah mambasmi kemiskinan melalui pelaksanaan pembangunan lapangan
pekerjaan sebagai sumber penghasilan. Tersedianya lapangan kerja yang memadai dan
merata berarti akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna memperkuat daya beli masyarakat.
Daya beli masyarakat perlu diimbangi dengan tersedianya barang kebutuhan bebas dengan
harga layak. Oleh karena itu, pemerintah perlu secara serius merealisasikan pembangunan
berkelanjutan, memberantas korupsi secara gencar dan terus-menerus, serta menegakkan
hukum secara konsekuen dan konsisten.
6. Fokus Pemahaman
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan,
dapat dicatat dua konsep sehat dalam arti hakiki atau sesungguhnya dan sehat
dalam arti hidup sempurna. Sehat badan dan jiwa menentukan kelanjutan hidup
karena hanya orang sehat badan dan jiwa yang mampu mencari nafkah untuk hidup
dan kelanjutan generasinya. Orang yang sakit badan dan jiwa tidak mampu mancari
nafkah sendiri. Sehat dalam arti hidup sempurna meliputi sehat badan dan jiwa,
cukup makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih, interaksi
dalam keluarga/masyarakat teratur, selaras, dan serasi. Sehat dalam arti ini
adalah sehat yang paling didambakan oleh keluarga modern.
Agar dapat diwujudkan kondisi sehat dalam arti hidup
sempurna, perlu perbaikan taraf hidup keluarga atau masyarakat dengan cara
meningkatkan penghasilan dengan cara apa saja asalkan halal, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan secara wajar. Untuk itu, kepala keluarga perlu meningkatkan
kemampuan diri dalam mencari nafkah, misalnya : banyak berkomunikasi, mengikuti
jejak pengalaman orang yang berhasil dalam usaha, meningkatkan pengetahuan
keterampilan, meningkatkan keinginan menabung, menghindari hidup boros,
menghindari gengsi berlebihan, berkemauan untuk maju, dan bekerja keras.
Peningkatan kemampuan kerja produktif merupakan upaya perjuangan memperbaiki
nasib.
B. KELUARGA SEJAHTERA
1. Konsep Sejahtera
Untuk memahami keluarga sejahtera, terlebih dahulu perlu
dilakukan observasi terhadap kehidupan beberapa keluarga terutama di kota.
Hasil observasi tersebut kemudian dianalisis dan ditulis secara konseptional,
rinci, dan sistematis sehingga dapat dipahami. Sejahtera adalah keadaan
keluarga yang hidup makmur dalam kelompok yang teratur berdasarkan sistem
nilai, bebas dari penyakit, tidak ada gangguan, dan menyenangkan. Berdasarkan
konsep tersebut, ada beberapa faktor yang perlu dikaji agar dapat menjelaskan
konsep sejahtera. Beberapa faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial,
budaya, kesehatan, keamanan, dan hiburan yang saling berkolerasi satu sama
lain.
Faktor ekonomi berkenaan dengan kemakmuran yang pada
dasarnya meliputi kecukupan sandang, pangan, dan papan yang diperoleh karena
mampu bekerja keras. Fakor sosial berkenaan dengan hidup berkelompok secara
teratur. Faktor budaya berkenaan dengan pola hidup berdasarkan sistem nilai. Faktor
sosial berkenaan dengan hidup bersih bebas dari peyakit. Faktor keamanan berkenaan
dengan ketentraman karena tidak ada gangguan fisik dan mental. Faktor hiburan berkenaan
dengan kesenangan hidup yang menyegarkan. Apabila suatu kehidupan keluarga telah
memenuhi faktor-faktor tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga itu adalah keluarga
sejahtera dalam arti yang paling sempurna/lengkap (Family in Complete Welfare).
Keluarga sejahtera dalam arti yang paling sempurna/lengkap
merupakan keluarga sejahtera yang sangat ideal dalam kenyataan jarang sekali dijumpai.
Umumnya, jika orang berkata tentang keluarga sejahtera hanya berfokus pada satu
faktor, yaitu faktor ekonomi. Keluarga sejahtera dalam arti ekonomi adalah keluarga
yang cukup sandang, pangan, dan papan. Kecukupan tiga hal tersebut adalah merupakan
fundamen/dasar dari kehidupan keluarga. Walaupun faktor-faktor sejahteranya dipenuhi,
seseorang tidak akan mengatakan sejahtera jika tidak dipenuhi kecukupan
sandang, pangan, dan papan disebut keluarga makmur (Welfare Family).
2. Hidup Makmur
Kemakmuran selalu mengacu pada kondisi ekonomi yang
dimiliki oleh suatu keluarga. Kondisi ekonomi yang dimaksud pada umumnya
meliputi kecukupan sandang, pangan, dan papan yang diperoleh dari kemampuan
bekerja keras. Ukuran kecukupan di sini adalah standar yang sesuai dengan
tingkat pendapatan suatu keluarga. Kecukupan itu artinya tidak terlalu
berlebihan dan tidak pula terlalu kekurangan.
Kecukupan sandang dalam arti yang wajar disesuaikan juga dengan
pola kehidupan suatu keluarga seperti pola hidup hemat lain kecukupannya dengan
kehidupan boros. Sandang meliputi pakaian luar dalam baik yang dipakai di rumah
maupun untuk dipakai bekerja di luar rumah. Selain itu, pakaian yang digunakan untuk
tidur, ibadah, dan mandi. Kecukupan sandang disesuaikan dengan pendapatan keluarga
dan jumlah keluarga. Keluarga yang anggotanya sedikit tetapi jumlah pendapatannya
banyak dan tingkat kemakmurannya makin tinggi. Sebaliknya, keluarga yang anggotanya
banyak tetapi jumlah pendapatannya sedikit dan tingkat kemakmurannya makin rendah.
Kecukupan pangan dalam arti yang wajar juga disesuaikan dengan
pola hidup suatu keluarga, seperti pola hidup hemat lainnya kecukupannya dengan
pola hidup boros. Pangan meliputi makanan pokok dan makanan pelengkap. Makanan pokok
adalah makanan yang lazim dikonsumsi suatu keluarga menurut kelaziman setempat.
Makanan pokok terdiri dari gandum, beras, roti, lauk-pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan
yang disebut makanan empat sehat. Apabila keempat jenis makanan ini ditambah susu, kelima jenis makanan itu disebut lima
sempurna. Makanan pelengkap merupakan tambahan karena tidak terlalu disyaratkan,
seperti bubur kacang, makanan ringan, dan jajanan untuk pelengkap minum teh
atau kopi sore hari. Kecukupan pangan juga disesuaikan dengan tingkat
pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga
Kecukupan papan dalam arti yang wajar disesuaikan dengan pola
hidup suatu keluarga, seperti pola hidup sederhana lain halnya dengan pola hidup
mewah. Papan adalah
tempat tinggal utama suatu keluarga yang lazimnya terdiri dari kamar tidur,
ruang tamu, ruang makan, ruang kerja/belajar, kamar mandi/kloset, ruang dapur,
sumber penerangan, dan sumber air bersih. Kecukupan luasnya
juga disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga dan jenis anggota keluarga. Keluarga
yang jumlah anggotanya banyak memerlukan perumahan yang luas. Anak laki-laki memerlukan kamar terpisah
dengan anak perempuan. Kecukupan perumahan meliputi juga alat perlengkapan
rumah tangga seperti kursi tamu, kursi dan meja makan, kursi dan meja
kerja/belajar, lemari pakaian, dan alat-alat dapur. Papan dijadikan orang sebagai ukuran untuk menentukan
status sosial keluarga.
3. Hidup Teratur
Seseorang tidak mungkin hidup sendiri/menyendiri, dia
harus hidup berkelompok/bermasyarakat. Unit masyarakat terkecil adalah keluarga
yang beranggotakan paling sedikit adalah ayah, ibu, dan anak-anaknya. Apabila
anggota keluarga dikembangkan lagi berdasarkan ikatan perkawinan dan keturunan
darah maka menjadi keluarga besar. Kehidupan keluarga inti dengan pola
perilakunya lebih sederhana dibandingkan dengan pola perilaku keluarga besar.
Demikian pula, sistem nilai normatif yang berlaku pada keluarga inti akan
berkembang menjadi sistem nilai normatif yang berlaku pada keluarga besar.
Makin besar suatu keluarga maka makin bervariasi pula perilaku dan kebutuhan
serta cara memenuhinya. Dengan demikian, besar pula kemungkinan timbul
perbedaan pendapat yang menjurus pada konflik anggota keluarga.
Dalam kehidupan keluarga, kepala keluarga (suami/ayah)
seharusnya selalu berfungsi sebagai pengambil inisiatif guna menciptakan
kondisi keluarga yang harmonis dalam arti teratur, rukun, saling menolong dan
melindungi, serta saling beramanat dalam kebaikan dan kesabaran. Perbedaan
pendapat dan konflik anggota keluarga diupayakan penyelesaian dengan berpegang
pada filosofi hidup “Benang ditarik tidak putus, tepung tidak berserakan” serta
“Mengalah untuk menang, dan menang untuk melindungi semua pihak serta menghindari perpecahan”.
Kondisi kehidupan keluarga harmonis merupakan salah satu ciri
keluarga yang berhasil dalam hidup berkelompok karena faktor toleransi dapat dipahami
dan berfungsi secara baik di bawah tuntunan dan pengarahan kepala keluarga (suami/ayah).
4.
Hidup Bersistem Nilai
Setiap keluarga atau kelompok masyarakat
tertentu memiliki sistem nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar atau
seluruh anggota keluarga atau kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai tersebut
menjadi acuan perilaku dan perbuatan anggota keluarga atau kelompok
masyarakat yang bersangkutan. Sistem nilai tersebut berkembang dengan
meningkatnya kebutuhan dan interaksi dalam keluarga atau kelompok masyarakat.
Perkembangan tersebut merupakan pengalaman baru yang mereka peroleh, baik
karena pengaruh faktor internal keluarga atau kelompok masyarakat, maupun
faktor eksternal akibat hubungan hidup bermasyarakat yang lebih luas.
Perkembangan sistem nilai sebagai pengaruh
timbal balik antara dua atau lebih keluarga atau
kelompok masyarakat dapat menciptakan sistem nilai baru yang lebih maju dan dapat
menuntun anggota keluarga atau kelompok masyarakat menuju ke arah pola
kehidupan yang lebih bermanfaat misalnya cara kerja
produktif, sistem pengamanan bersama, pendidikan dan keterampilan kerja,
penyelesaian konflik secara kekeluargaan. Sistem nilai tersebut
memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan dari kepala keluarga atau
tokoh kelompok masyarakat, sehingga terpola menjadi sistem nilai budaya masyarakat
dalam arti yang positif.
Setiap adaptasi antara dua atau
lebih sistem nilai dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif. Dampak
positif jika sistem nilai baru itu menjadi sumber kemajuan keluarga atau
kelompok masyarakat tanpa menimbulkan keonaran dan konflik keluarga. Dampak
negatif jika sistem nilai baru itu menjadi penghalang keluarga ke arah
kehidupan yang lebih baik, menimbulkan konflik keluarga yang akhirnya dapat
menimbulkan perpecahan keluarga dan membentuk kelompok keluarga lain.
Biasanya dampak negatif ini timbul karena peniruan budaya luar secara utuh
tanpa
pertimbangan
yang logis dan etis, serta lebih didasarkan pada kepentingan diri
sendiri dan egoisme pribadi.
5.
Hidup Sehat
Kehidupan keluarga dikatakan sehat apabila
anggota keluarga bebas dari penyakit, dalam arti tidak terserang
penyakit atau walaupun sudah ada gejala penyakit keluarga
cepat mengambil tindakan preventif dan penyehatan. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, faktor kesehatan ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan faktor
lain, seperti tingkat kemakmuran. Makin makmur suatu keluarga, makin terbebas
dari serangan penyakit karena selalu siap melakukan pencegahan. Namun, diakui juga
walaupun keluarga itu tergolong makmur dari segi kebutuhan ekonomi belum
tentu sehat dari segi mental.
Mungkin ada anggota keluarga yang tampaknya
sehat, tetapi mentalnya lemah, mudah stres, dan tidak mampu menghadapi
kenyataan hidup yang begitu kompleks. Hal ini dapat terjadi apabila kondisi
komunikasi dalam keluarga kurang terbuka dan kurang harmonis. Kurang perhatian
orang
tua
terhadap anak atau mungkin penerapan sistem nilai dan etika keluarga terlalu
ketat, dapat dianggap sebagai salah satu factor membatasi ruang gerak
seorang anak atau anggota keluarga lainnya sementara
yang bersangkutan tidak kuasa memberikan reaksi atau melawan kondisi
demikian. Ayah selaku kepala keluarga dan ibu selaku ibu rumah tangga harus
bijak dan koreksi diri terhadap kondisi keluarga. Perekat kasih sayang dan
tanggung jawab dalam kehidupan keluarga mungkin kurang dihayati.
Kesehatan keluarga tidak hanya dilihat dari
segi kecukupan sandang, pangan, dan papan tetapi
juga dari segi kasih sayang, perhatian satu sama lain, serta saling asuh dan
saling asah yang hanya terjadi jika komunikasi dalam keluarga terpelihara baik
dan harmonis. Orangtua tidak cenderung diktator dalam mengendalikan keluarga.
Keluarga tidak hanya dipenuhi kebutuhan ekonominya, tetapi juga kebutuhan
mental yang mungkin lebih melegakan dan membangkitkan gairah hidup keluarga.
Jadi, kunci keberhasilan keluarga bukan hanya ditentukan oleh status sosial melainkan
juga bebas dari penyakit mental yang kini menggejala di lingkungan keluarga.
6.
Hidup Aman dan Tentram
Keluarga
sejahtera bukan hanya ditentukan oleh kemakmuran, sehat badan, dan keharmonisan
keluarga melainkan juga oleh hidup aman dan tentram
lahir batin. Aman dalam arti tidak ada ancaman atau gangguan dari pihak lain
atau
lingkungan
yang membuat orang jadi gelisah, resah, dan
tidak betah dalam menikmati kehidupan. Ancaman dan gangguan lebih ditujukan
pada kondisi fisik/lahir misalnya sering terjadi
pencurian, gangguan binatang berbisa/buas, penyebaran berita bohong, ataupun
ancaman teror bom. Di samping itu, tentram
dalam arti tidak ribut dan tidak bising oleh polusi suara hingar-bingar yang
bersifat terus-menerus misalnya
kebisingan lalu lintas, suara keras melalui pengeras suara dari pusat-pusat
kegiatan tertentu seperti pusat
hiburan dan rumah
ibadah
yang
sudah terlalu melampaui batas kewajaran, sehingga mengganggu ketentraman orang
lain.
Menghadapi
hal
demikian,
kepala keluarga dan tokoh mesyarakat setempat perlu secara bijaksana melakukan
upaya pencegahan serta pendekatan kekeluagaan terhadap sumber ancaman dan
gangguan. Upaya tersebut antara lain melakukan ronda
bersama, menjaga lingkungan dari gangguan binatang buas dan pihak lain,
berkoordinasi dengan pejabat terkait guna menertibkan knalpot kendaraan, dan
pendekatan terhadap pusat-pusat kegiatan tertentu agar suara tidak melebihi
batas kewajaran. Gangguan ketidak tentraman lebih bersifat
mental yang membuat orang gelisah, susah tidur, dan istirahat tidak nyaman.
7.
Hidup Senang
Hidup
sejahtera bukan hanya ditentukan oleh kecukupan kebutuhan ekonomi, keamanan dan
ketentraman lingkungan, keadaan sehat, dan keadaan teratur melainkan
juga keadaan hidup senang. Hidup senang dapat dialami apabila keluarga dapat
memenuhi kebutuhan hiburan, baik dalam lingkungan keluarga sendiri (Internal)
maupun di luar lingkuran keluarga atau di alam lingkungan (Eksternal). Hiburan erat hubungannya
dengan rasa indah yang ada dalam diri manusia. Keindahan adalah
bagian dari kesejahteraan hidup manusia yang dapat dialami melalui hiburan.
Hiburan
dapat berupa menikmati keindahan ciptaan manusia seperti
nyanyian, tarian,
lukisan, pertunjukan yang disajikan di pusat-pusat hiburan (Amusement Centre), atau dilakukan sendiri misalnya bernyanyi
karaoke, melukis, ataupun menata keindahan rumah. Di samping ciptaan manusia ada
lagi keindahan ciptaan Tuhan seperti pemandangan alam
dan tubuh yang catik (Peragawati). Semuanya akan
memberikan kenikmatan yang menyenangkan bagi orang mengalaminya. Kenikmatan
yang menyenangkan itu dapat diperoleh secara langsung (Live) atau secara
alami terhadap objek yang dilihat, ditonton, dan dipegang, atau dapat juga
secara tidak langsung (Recorded) melalui media elektronik seperti
hiburan melalui televisi, radio, ataupun VCD player.
8.
Fokus Pemahaman
Berdasarkan
uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas dapat
dicatat bahwa ada dua konsep sejahtera yaitu sejahtera dalam arti hidup berkecukupan
sempurna/lengkap,
dan
sejahtera dalam
arti hidup makmur. Sejahtera yang sempurna/lengkap
adalah keadaan hidup yang makmur, teratur, bersistem nilai, sehat, aman dan
tentram, serta senang. Sejahtera yang makmur adalah kecukupan
sandang, pangan, dan papan karena mampu bekerja keras.
Hidup
sehat berkaitan timbal balik dengan hidup sejahtera. Konsep hidup sejahtera
lebih luas lingkupnya dibandingkan dengan konsep hidup sehat. Hidup sehat belum
tentu hidup sejahtera, tetapi hidup sejahtera sudah pasti juga hidup sehat.
Hidup sehat dan hidup sejahtera adalah dua kondisi
yang saling mengisi dan saling melengkapi. Hidup sehat adalah salah satu
indikator dan penjelas hidup sejahtera.
Hidup
sejahtera juga berkaitan erat dengan hidup bahagia. Akan tetapi, hidup makmur
belum tentu hidup bahagia. Kesejahteraan dalam arti kecukupan hidup yang paling
lengkap meliputi kesejahteraan lahir dan batin. Kebahagiaan itu adalah
kesejahteraan batin. Dengan demikian, kesejahteraan dalam arti ini dapat menciptakan
kebahagiaan. Walaupun manusia hidup makmur, belum tentu dia hidup bahagia.
Mungkin terjadi karena cukup sandang, pangan, dan papan tetapi
tidak memahami cara mengurus dan memanfaatkannya dapat menjadi bumerang bagi
pemiliknya. Dengan harta itu
perbuatannya dapat mengarah pada perbuatan maksiat.
Sudah dapat diduga akibatnya yaitu kehidupan keluarga
tidak tentram dan gelisah/tidak bahagia.
Dihubungkan
dengan tingkat kesejahteraan yang telah diuraikan di atas, maka kehidupan
keluarga dapat dikategorikan menjadi empat kelompok,
yaitu :
a.
Keluarga prasejahtera,
yaitu keluarga yang belum memenuhi kebutuhan
dasar minimal yang berupa sandang, pangan, dan papan yang layak;
b.
Keluarga sejahtera, yaitu
keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan dasar
minimal berupa sandang, pengan,
dan papan
yang layak;
c.
Keluarga cukup sejahtera,
yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan
dasar minimal ditambah kebutuhan pendidikan dan hiburan
yang layak;
dan
d. Keluarga sempurna
sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi semua kebutuhan dasar hidup
manusia sandang, pengan, papan, pendidikan, hiburan, dan pekerjaan serta komunikasi dan informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar