MY WEB

Rabu, 02 November 2016

TIPE-TIPE KELOMPOK SOSIAL BUDAYA

A.    KONSEP KELOMPOK SOSIAL BUDAYA
Kelompok sosial budaya adalah lingkungan hidup sosial budaya yang memiliki bentuk, cara hidup, dan tujuan tertentu. Terdapat empat unsur utama konsep kelompok sosial budaya, yaitu :
1.      Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya adalah sejumlah manusia yang hidup berkelompok dan saling berinteraksi secara teratur guna memenuhi kepentingan bersama. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dibekali dengan budaya. Agar manusia dan budayanya itu dapat berkembang dengan sempurna dia harus hidup bersama dengan manusia lain yang disebut dengan hidup bermasyarakat.
Hidup bermasyarakat merupakan cara memfungsikan budaya dengan berinteraksi secara teratur antara sesamanya sehingga kepentingan bersama dapat terpenuhi secara wajar dan sempurna. Keteraturan ini tercipta karena masing-masing dari mereka mempunyai persepsi penilaian yang sama terhadap diri dan kebutuhan yang mereka kehendaki. Dengan demikian, mereka mempunyai nilai kemanusiaan yang sama dan saling menghargai.

2.      Bentuk Sosial Budaya
Bentuk sosial budaya maksudnya setiap kelompok sosial budaya mempunyai batas-batas yang telah ditentukan berdasarkan tipe kelompok yang membedakannya dengan kelompok lain. Tipe kelompok tradisional alamiah dan paling modern. Tipe kelompok tradisional alamiah didasarkan pada kesatuan geografis, ikatan perkawinan dan hubungan darah, sedangkan tipe kelompok modern didasarkan pada kepentingan yang sama dan keahlian profesional.
Dengan demikian ada empat macam tipe kelompok sosial budaya, yaitu :
1.      Tipe kelompok sosial budaya berdasarkan kesatuan geografis, seperti desa, kota daerah aliran sungai, daerah pantai, dan daerah pegunungan.
2.      Tipe kelompok sosial budaya berdasarkan ikatan perkawinan dan hubungan darah, seperti keluarga dan keluarga besar.
3.      Tipe kelompok sosial budaya berdasarkan kepentingan yang sama seperti Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Yayasan
4.      Tipe kelompok sosial budaya berdasarkan keahlian profesional seperti kelompok profesi dan kelompok pengusaha.
Tipe kelompok sosial budaya modern berdasarkan kepentingan yang sama dan berdasarkan keahlian profesional berhimpun dalam organisasi kemasyarakatan yang dibentuk dengan anggaran dasar, diketahui, dan diakui oleh masyarakat luas atau pemerintah. Dalam anggaran dasar ditetapkan asas, tujuan, dan jenis kegiatan organisasi mereka.
Tipe kelompok sosial budaya tradisional alamiah, seperti desa/kampung, Daerah aliran sungai, daerah pantai, darah pegunungan, keluarga, dan keluarga besar tidak memerlukan anggaran dasar karena tipe kelompok sosial budaya tersebut telah mementingkan kehidupan atas dasar kesatuan tempat dan ikatan alamiah. Tempat dan ikatan alamiah yang sama itulah yang menyatukan mereka.

3.      Cara Hidup Sosial Budaya
Cara hidup sosial budaya artinya sikap, perbuatan dan tujuan, serta cara pencapaiannya sudah dipolakan oleh organisasi kelompok dalam seperangkat tuntunan/pedoman tertulis yang disebut anggaran dasar dan kode etik. Syarat dan prosedur melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan mereka wajib dipatuhi dan disesuaikan dengan anggaran dasar dan kode etik. Semua anggota yang terikat pada organisasi mereka wajib mematuhi anggaran dasar dan kode etik mereka. Dalam ISBD, kode etik merupakan pandangan hidup kelompok sosial yang bersangkutan. Namun pada kelompok sosial budaya alamiah, pandangan hidup tidak dibuat dalam bentuk tertulis seperti kode etik, tetapi hidup dan berkembang secara alamiah dalam alam pikiran yang disebut sistem nilai budaya.
Sistem nilai budaya kemudian diwujudkan dalam bentuk gagasan dan perbuatan nyata yang sudah berpola. Gagasan dapat berupa rencana atau rancangan untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu, sedangkan perbuatan nyata berupa kegiatan untuk menghasilkan suatu ciptaan atau produk budaya. Pola ciptaan atau produk budaya tersebut, bergantung pada keadaan di mana kelompok sosial itu hidup.

4.      Tujuan Sosial Budaya
Setiap kelompok sosial budaya mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Kode Etik kelompok sosial budaya. Pada kelompok sosial budaya tradisional alamiah, tujuan dapat diketahui melalui pola hidup mereka antara lain pola hidup keluarga, pola hidup desa petani, nelayan dan daerah aliran sungai. Tujuan setiap kelompok sosial budaya berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan tipe kelompok sosial budaya masing-masing.
Atas dasar tersebut, maka tujuan sosial budaya pada dasarnya dapat dibedakan dan diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Membentuk dan memelihara persatuan dan kesatuan bersama secara tertib dan damai serta sejahtera dalam wadah kesatuan geografis seperti komunitas desa, komunitas kota, dan komunitas daerah aliran sungai.
b.      Membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga bahagia lahir dan batin dalam wadah ikatan perkawinan dan hubungan darah seperti keluarga dan keluarga besar.
c.       Mewujudkan kesejahteraan umum serta menghapuskan kemiskinan, membasmi penyakit masyarakat, dan mencegah tindakan tidak manusiawi dalam wadah kepentingan yang sama, seperti Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Yayasan.
d.      Melayani kepentingan konsumen berdasarkan keahlian profesional dalam wadah organisasi profesi seperti kelompok profesi iptek dan kelompok pengusaha.

B.     RAGAM TIPE KELOMPOK SOSIAL BUDAYA
1.      Kesatuan Geografis
Ada beberapa tipe kelompok sosial budaya berdasarkan kesatuan geografis antara lain komunitas desa, komunitas kota, komunitas daerah aliran sungai, dan komunitas daerah pantai. Semua tipe kelompok sosial budaya ini umumnya masih terikat dengan pola hidup tradisional alamiah dan tergantung pada alam lingkungan. Kelompok sosial budaya tipe-tipe ini tingkat pendidikan dan penghasilannya masih rendah belum mampu membudidayakan alam lingkungan mereka.

2.      Ikatan Perkawinan dan Hubungan Darah
Kelompok sosial budaya berdasarkan ikatan perkawinan dan hubungan darah dikenal hanya satu tipe yaitu keluarga dan keluarga ini dapat diperluas ke anggotaannya menjadi keluarga besar. Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang paling awal terjadi dalam kehidupan manusia. Menurut teori kejadian manusia, pria pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini adalah Adam, kemudian diciptakan manusia kedua adalah wanita yakni Hawa. Perkawinan yang terjadi antara Adam dan Hawa ini melahirkan anak keturunan mereka, sehingga terbentuklah keluarga (Family). Syarat terbentuknya keluarga harus ada ikatan perkawinan antara pria dan wanita.

3.      Kepentingan yang sama
Kelompok sosial budaya berdasarkan kepentingan yang sama terdiri dari tiga tipe, yaitu :
a.       Koperasi, kepentingan yang sama untuk meningkatakan kesejahteraan anggotanya;
b.      Lembaga swadaya masyarakat; dan
c.       Yayasan.
Ragam Lembaga Swadaya Masyarakat antara lain :
a.       Lembaga Perlindungan Konsumen
Lembaga perlindungan konsumen merupakan lembaga yang peduli dengan hak-hak masyarakat (Publik) yang dirugikan oleh pihak lain misalnya perusahaan menjual produk yang mengandung cacat tersembunyi atau perusahaan yang melakukan pembohongan mutu produk yang dipasarkannya.
b.      Komite Nasional Hak Asasi Manusia
Komite Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bertujuan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia. Masalah hak asasi manusia dan peradilan bagi pelanggarnya kini sudah diatur dengan undang-undang.
c.       Lembaga Bantuan Hukum
Lembaga Bantuan Hukum (LBH), badan ini melayani masyarakat untuk membantu mempertahankan haknya dan menyelesaikan perkaranya baik diluar maupun di muka pengadilan. LBH didirikan pertama kali di Jakarta, kemudian secara bertahap didirikan di daerah-daerah bahkan hampir disetiap provinsi di Indonesia.

4.      Keadilan dan Profesional
Kelompok sosial budaya berdasarkan keahlian dan profesional terdiri dari tiga tipe menurut kelompok bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu :
a.       Kelompok profesi bidang ilmu alamiah untuk melayani kepentingan masyarakat.
b.   Kelompok profesi bidang ilmu sosial untuk melayani kepentingan masyarakat tipe ini antara lain meliputi profesi hukum, profesi ekonomi, profesi sejarah/purbalaka, profesi kesenian, dan profesi kesusatraan.

Selasa, 01 November 2016

KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA

A.    KELUARGA SEHAT
1.      Konsep Sehat dan Tidak Sehat
Sehat adalah keadaan seseorang yang tidak sakit badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih, serta perilaku dan interaksi sesuai dengan etika dan hokum. Apabila sebuah keluarga memenuhi keempat unsur dalam konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga itu adalah keluarga sehat dalam arti paling sempurna atau lengkap (Family in Complete Health). Jika salah satu unsur saja tidak dipenuhi, dapat berpengaruh terhadap kehidupan keluarga secara keseluruhan dengan sebutan tertentu.
Akibatnya akan muncul konsep-konsep alternatif yang mengandung pernyataan dalam arti tidak sehat dari segi tertentu, yaitu :
a.       Sering tidak sehat badan disebut keluarga sakit-sakitan (Sickly Family);
b.      Tidak mampu membeli makanan bergizi disebut keluarga miskin (Poor Family);
c.       Tinggal di lingkungan kotor dan bau disebut keluarga kumuh (Vile Family);
d.      Tinggal di lingkungan kotor dan becek disebut keluarga jorok (Dirty Family);
e.       Sering melakukan kejahatan dan keonaran disebut keluarga brengsek (Bad Family); dan
f.       Istilah-istilah sejenis lainnya.
Keluarga dengan sebutan alternatif di atas umumnya dapat dijumpai di berbagai kota yang jumlah penduduknya padat, pendidikan tidak memadai, lapangan pekerjaan terbatas, pendapatan perkapita rendah, pembangunan tidak teratur, dan situasi politik tidak menentu. Di Indonesia, keluarga yang tidak beruntung ini banyak dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Bandung yang disebut masyarakat miskin kota (Poor Urban Society).

2.      Sehat Badan dan Sehat Jiwa
Seorang anggota keluarga dikatakan sehat badan (Sound of Body), tidak dalam keadaan sakit fisik apabila badannya segar bugar, tidak sakit/cacat akibat penyakit, kecelakaan, atau akibat benturan dengan suatu benda keras, atau akibat serangan pihak lain atau binatang buas. Seorang anggota keluarga dikatakan sehat jiwa (Sound of Mind), tidak dalam keadaan sakit jiwa apabila cara berpikir dan bertindaknya waras, mampu membedakan antara mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, serta mana yang bermanfaat dan merugikan. Seseorang yang sehat badan dan sehat jiwa biasanya mampu bekerja, berkomunikasi, dan berinteraksi secara wajar, teratur, serta mampu bertanggung jawab. Sehat badan dan jiwa merupakan konsep sehat dalam arti hakiki atau arti sesungguhnya yang menentukan perjalanan hidup seseorang. Antara sehat badan dan jiwa tidak selalu terjadi pengaruh timbal balik. Biasanya orang yang sehat badan juga sehat jiwanya. Seperti kata peribahasa “Pada badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Namun, pada suatu keadaan mungkin terjadi seseorang yang sehat badan tetapi tidak sehat jiwanya. Badannya segar bugar, tidak terserang penyakit, bebas bergerak ke mana saja, tetapi jiwanya tidak waras, membahayakan dan merugikan orang lain serta merusak barang yang ada di sekitarnya. Sebaliknya, mungkin pula terjadi orang yang sehat jiwanya tetapi tidak sehat badannya. Badannya tidak sehat karena terserang penyakit, tidak bebas bergerang ke mana saja, tetapi jiwanya waras, dan tidak mengganggu orang lain.
Orang yang tidak sehat badan atau tidak sehat jiwanya memerlukan perawatan dan perlakuan (Treatment) yang berbeda. Perawatan dan perlakuan terhadap orang yang tidak sehat badan atau tidak sehat jiwanya dilakukan oleh tenaga medis profesional yang berbeda. Tenaga medis yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, dokter jiwa, dan dokter spesialis, semuanya disebut Medical Doctor. Dalam melaksanakan tugasnya, dokter medis dibantu oleh perawat (Nurse).

3.      Makanan Bergizi
Seorang anggota keluarga yang sehat badan dan sehat jiwa adalah orang yang mengkonsumsi makanan bergizi (Nutrition Food) dalam ukuran yang cukup. Makanan bergizi artinya gizi (Nutrient) makanan tersebut sudah ditentukan ukuran jumlah dan jenis kecukupannya menurut ilmu gizi (Nutrition). Jenis makanan yang cukup biasanya disebut empat sehat lima sempurna. Makanan empat sehat terdiri dari nasi/roti, sayur, lauk, buah, dan susu. Makanan empat sehat lima sempurna merupakan dambaan semua keluarga, namun tingkatan pendapatan dan jumlah anggota keluarga itulah yang mempengaruhinya.
Dari segi makanan empat sehat lima sempurna, kehidupan keluarga yang satu berbeda dengan keluarga yang lain. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah anggota keluarga serta tinggi rendahnya pendapatan keluarga. Pada keluarga yang jumlah anggotanya kecil, tetapi pendapatan keluarganya besar, pemenuhan kebutuhan makanan empat sehat lima sempurna akan lebih terjamin. Sebaliknya, pada keluarga yang jumlah anggotanya besar, tetapi pendapatan keluarganya kecil, pemenuhan kebutuhan makanan empat sehat lima sempurna akan kurang terjamin atau bahkan tidak terpenuhi.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan meningkatkan pendapatan keluarga, tetapi hal ini terbatas pada kemampuan orang tua atau kepala keluarga. Mungkin cara efektif yang dapat ditempuh adalah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) di kalangan keluarga yang tingkat kelahirannya tinggi, tetapi pendapatan keluarganya rendah melalui penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan keluarga berencana dapat dilakukan oleh tenaga medis yang relevan dibantu oleh tenaga bidan (Mid Wife), atau mungkin juga perawat (Girl Nurse). Manfaat keluarga berencana adalah pegaturan masa kehamilan, penurunan jumlah kelahiran, pengurangan angka kematian, dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Di samping itu, juga dapat dilaksanakan program makanan bergizi empat sehat lima sempurna melalui penyuluhan dan pelatihan. Makanan bergizi tidak selalu harus diperoleh dengan harga yang mahal. Penyuluhan dan pelatihan makanan bergizi dapat dilakukan oleh tenaga ahli gizi (Nutritionist), bersama tenaga ahli kesehatan lingkungan (Envoronment Health Specialist), atau tenaga ahli kesehatan masyarakat (Public Health Specialist), dan dibantu oleh tenaga bidan/perawat atau tenaga kesehatan lingkungan.

4.      Lingkungan Bersih
Di samping badan dan jiwa yang sehat serta cukup makanan bergizi, seharusnya orang tersebut juga tinggal dan hidup di lingkungan yang bersih (Clean Environment) dan berpakaian bersih. Lingkungan adalah tempat hidup yang berada di daratan, lautan, atau udara. Bersih adalah keadaan tidak tercemar oleh kotoran manusia, hewan, sampah, limbah buangan, polusi gas, curahan minyak, suara bising, dan kriminalitas yang merusak atau merugikan kehidupan manusia menjadi sumber penyakit. Konsep bersih yang dirumuskan biasa disebut bersih fisik (Physicall Cleanliness) karena bentuk atau wujud keadaan yang tidak tercemar itu dapat diamati dengan panca indera atau bersentuhan dengan raga manusia.
Di samping itu, ada pula bersih dalam arti cara berpikir bersih (Clean Mind), yaitu berpikir objektif, jujur, itikad baik, manusiawi, dan berpihak pada kepentingan orang banyak. Bersih dalam arti ini biasa disebut bersih mental (Mental Cleanliness). Misalnya, tidak akal-akalan, tidak membodohi orang, lebih mengutamakan kepentingan orang banyak, serta bebas dari niat korupsi dan manipulasi. Bersih mental ini dapat diketahui dan dibuktikan melalui perbuatan nyata yang dapat diamati dengan panca indera dan dinikmati banyak orang dalam hidup bermasyarakat. Orang yang bersih mental sangat bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat luas.
Keluarga yang telah memenuhi unsur sehat badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, serta hidup di lingkungan yang bersih, dapat dikatakan telah mempunyai tingkat kesejahteraan hidup yang cukup baik. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan. Kesehatan badan dan mental adalah syarat utama untuk bekerja mencari nafkah guna memperolah makanan bergizi. Makanan bergizi pasti bersih, sehingga orang yang mengonsumsinya menjadi sehat. Jadi, keluarga sehat itu adalah keluarga yang sehat badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, pakaian bersih, tinggal dilingkungan bersih, dan mampu bekerja keras.
Upaya yang dapat ditempuh agar keluarga selalu bersih adalah menyadarkan anggota keluarga agar selalu terbiasa :
a.       Memelihara diri agar tetap bersih dengan mandi sedikitnya 2 kali sehari ketika pagi dan sore hari.
b.      Memakai pakaian bersih dan sopan walaupun harganya murah.
c.       Menata lingkungan tempat tinggal (rumah, pekarangan, selokan) agar tetap bersih dan teratur serta menyenangkan.
d.      Menyediakan tempat pembuangan sampah di pekarangan atau di lingkungan tertentu agar tidak membuang sampah sembarangan yang dapat menjadi penyebab banjir dan sumber penyakit.

5.      Interaksi sesuai dengan Etika dan Hukum
Keluarga adalah pusat interaksi suami, istri, orang tua, anak-anak, atau dengan anggota keluarga yang lainnya. Interaksi tersebut dilakukan sesuai dengan etika keluarga yang telah ditentukan/dicontohkan orang tua (ayah dan ibu). Perilaku yang diwujudkan dalam bentuk interaksi tersebut menciptakan hubungan yang serasi dan harmonis, saling menghormati, saling menghargai, saling memberi dan menerima, saling membantu, serta saling asah-asuh selama anggota keluarga dalam lingkungan keluarga. Akibatnya timbul kondisi sehat dalam arti tertib, aman, damai, serta tentram lahir dan batin. Keadaan ini berlangsung secara terus-menerus, dipatuhi, dan dihargai sampai terbiasa dan akhir-nya membudaya.
Apabila anggota keluarga yang satu berhubungan baik dengan lainnya atau anggota masyarakat yang lebih luas, kondisi interaksi sehat tersebut berlanjut dan bahkan beradaptasi antara satu sama lain. Sehingga terbentuklah kondisi sehat yang lebih luas. Jika ada anggota masyarakat yang melanggar kondisi sehat tersebut dalam arti perbuatan yang tidak sesuai dengan etika (Ethics). Anggota masyarakat sepakat pula memberi sanksi etis, misalnya : dibenci, dikucilkan dari pergaulan, tidak dihiraukan, ataupun tidak disukai jika perbuatan anggota masyarakat itu merugikan kepentingan orang lain baik secara moral ataupun material, pihak yang dirugikan berhak menuntut pemulihan atas kerugian yang didapatnya. Dalam keadaan demikian, etika ditingkatkan statusnya menjadi aturan hukum (Rule of Law) yang disertai sanksi tegas dan keras bagi pelanggarnya. Etika yang tadinya hanya bertaraf kebiasaan positif berubah menjadi aturan hukum Positif (Positive Rule of Law).
Dalam konteks etika dan aturan hukum pergaulan hidup, anggota keluarga ataupun masyarakat yang bertindak sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku menciptakan kondisi sehat yang menyenangkan bagi semua orang bahkan terhadap pemeliharaan lingkungan alam dan hewan disekitarnya. Suasana keteraturan berlangsung terus-menerus dan terbiasa pada akhirnya menjadi budaya keluarga atau masyarakat sadar hukum. Apabila terjadi perbuatan yang melanggar etika hukum apalagi menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka akan timbul suasana yang tidak sehat yang meresahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kondisi perbuatan tidak sehat ini harus segera dipulihkan menjadi sehat kembali sehingga keteraturan dan ketentraman tetap terpelihara.
Memang diakui, ketertiban dan keamanan erat kaitannya dengan kondisi kehidupan keluarga atau masyarakat. Makin tinggi tingkat penghasilan maka makin baik kondisi kehidupan mereka karena terpenuhi kebutuhan secara wajar. Sebaliknya, makin rendah tingkat penghasilan maka makin buruk kondisi kehidupan karena kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Keluarga yang ada dalam kondisi ini umumnya disebut keluarga miskin, namun belum tentu menjadi sumber keonaran dan kekacauan. Kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang perlu diberantas karena dapat menjadi salah satu factor timbulnya kemaksiatan yang dapat berupa pencurian, perampokan, pembegalan, atau pelacuran dalam bentuk kriminalitas lainnya.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dicari akar masalah dan cara penyelesaiannya yang paling mendasar. Jika benar kemiskinan adalah akar masalahnnya maka upaya yang dapat ditempuh adalah mambasmi kemiskinan melalui pelaksanaan pembangunan lapangan pekerjaan sebagai sumber penghasilan. Tersedianya lapangan kerja yang memadai dan merata berarti akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna memperkuat daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat perlu diimbangi dengan tersedianya barang kebutuhan bebas dengan harga layak. Oleh karena itu, pemerintah perlu secara serius merealisasikan pembangunan berkelanjutan, memberantas korupsi secara gencar dan terus-menerus, serta menegakkan hukum secara konsekuen dan konsisten.

6.      Fokus Pemahaman
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat dicatat dua konsep sehat dalam arti hakiki atau sesungguhnya dan sehat dalam arti hidup sempurna. Sehat badan dan jiwa menentukan kelanjutan hidup karena hanya orang sehat badan dan jiwa yang mampu mencari nafkah untuk hidup dan kelanjutan generasinya. Orang yang sakit badan dan jiwa tidak mampu mancari nafkah sendiri. Sehat dalam arti hidup sempurna meliputi sehat badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih, interaksi dalam keluarga/masyarakat teratur, selaras, dan serasi. Sehat dalam arti ini adalah sehat yang paling didambakan oleh keluarga modern.
Agar dapat diwujudkan kondisi sehat dalam arti hidup sempurna, perlu perbaikan taraf hidup keluarga atau masyarakat dengan cara meningkatkan penghasilan dengan cara apa saja asalkan halal, sehingga mampu memenuhi kebutuhan secara wajar. Untuk itu, kepala keluarga perlu meningkatkan kemampuan diri dalam mencari nafkah, misalnya : banyak berkomunikasi, mengikuti jejak pengalaman orang yang berhasil dalam usaha, meningkatkan pengetahuan keterampilan, meningkatkan keinginan menabung, menghindari hidup boros, menghindari gengsi berlebihan, berkemauan untuk maju, dan bekerja keras. Peningkatan kemampuan kerja produktif merupakan upaya perjuangan memperbaiki nasib.

B.     KELUARGA SEJAHTERA
1.      Konsep Sejahtera
Untuk memahami keluarga sejahtera, terlebih dahulu perlu dilakukan observasi terhadap kehidupan beberapa keluarga terutama di kota. Hasil observasi tersebut kemudian dianalisis dan ditulis secara konseptional, rinci, dan sistematis sehingga dapat dipahami. Sejahtera adalah keadaan keluarga yang hidup makmur dalam kelompok yang teratur berdasarkan sistem nilai, bebas dari penyakit, tidak ada gangguan, dan menyenangkan. Berdasarkan konsep tersebut, ada beberapa faktor yang perlu dikaji agar dapat menjelaskan konsep sejahtera. Beberapa faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, keamanan, dan hiburan yang saling berkolerasi satu sama lain.
Faktor ekonomi berkenaan dengan kemakmuran yang pada dasarnya meliputi kecukupan sandang, pangan, dan papan yang diperoleh karena mampu bekerja keras. Fakor sosial berkenaan dengan hidup berkelompok secara teratur. Faktor budaya berkenaan dengan pola hidup berdasarkan sistem nilai. Faktor sosial berkenaan dengan hidup bersih bebas dari peyakit. Faktor keamanan berkenaan dengan ketentraman karena tidak ada gangguan fisik dan mental. Faktor hiburan berkenaan dengan kesenangan hidup yang menyegarkan. Apabila suatu kehidupan keluarga telah memenuhi faktor-faktor tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga itu adalah keluarga sejahtera dalam arti yang paling sempurna/lengkap (Family in Complete Welfare).
Keluarga sejahtera dalam arti yang paling sempurna/lengkap merupakan keluarga sejahtera yang sangat ideal dalam kenyataan jarang sekali dijumpai. Umumnya, jika orang berkata tentang keluarga sejahtera hanya berfokus pada satu faktor, yaitu faktor ekonomi. Keluarga sejahtera dalam arti ekonomi adalah keluarga yang cukup sandang, pangan, dan papan. Kecukupan tiga hal tersebut adalah merupakan fundamen/dasar dari kehidupan keluarga. Walaupun faktor-faktor sejahteranya dipenuhi, seseorang tidak akan mengatakan sejahtera jika tidak dipenuhi kecukupan sandang, pangan, dan papan disebut keluarga makmur (Welfare Family).

2.      Hidup Makmur
Kemakmuran selalu mengacu pada kondisi ekonomi yang dimiliki oleh suatu keluarga. Kondisi ekonomi yang dimaksud pada umumnya meliputi kecukupan sandang, pangan, dan papan yang diperoleh dari kemampuan bekerja keras. Ukuran kecukupan di sini adalah standar yang sesuai dengan tingkat pendapatan suatu keluarga. Kecukupan itu artinya tidak terlalu berlebihan dan tidak pula terlalu kekurangan.
Kecukupan sandang dalam arti yang wajar disesuaikan juga dengan pola kehidupan suatu keluarga seperti pola hidup hemat lain kecukupannya dengan kehidupan boros. Sandang meliputi pakaian luar dalam baik yang dipakai di rumah maupun untuk dipakai bekerja di luar rumah. Selain itu, pakaian yang digunakan untuk tidur, ibadah, dan mandi. Kecukupan sandang disesuaikan dengan pendapatan keluarga dan jumlah keluarga. Keluarga yang anggotanya sedikit tetapi jumlah pendapatannya banyak dan tingkat kemakmurannya makin tinggi. Sebaliknya, keluarga yang anggotanya banyak tetapi jumlah pendapatannya sedikit dan tingkat kemakmurannya makin rendah.
Kecukupan pangan dalam arti yang wajar juga disesuaikan dengan pola hidup suatu keluarga, seperti pola hidup hemat lainnya kecukupannya dengan pola hidup boros. Pangan meliputi makanan pokok dan makanan pelengkap. Makanan pokok adalah makanan yang lazim dikonsumsi suatu keluarga menurut kelaziman setempat. Makanan pokok terdiri dari gandum, beras, roti, lauk-pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan yang disebut makanan empat sehat. Apabila keempat jenis makanan ini ditambah susu, kelima jenis makanan itu disebut lima sempurna. Makanan pelengkap merupakan tambahan karena tidak terlalu disyaratkan, seperti bubur kacang, makanan ringan, dan jajanan untuk pelengkap minum teh atau kopi sore hari. Kecukupan pangan juga disesuaikan dengan tingkat pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga
Kecukupan papan dalam arti yang wajar disesuaikan dengan pola hidup suatu keluarga, seperti pola hidup sederhana lain halnya dengan pola hidup mewah. Papan adalah tempat tinggal utama suatu keluarga yang lazimnya terdiri dari kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, ruang kerja/belajar, kamar mandi/kloset, ruang dapur, sumber penerangan, dan sumber air bersih. Kecukupan luasnya juga disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga dan jenis anggota keluarga. Keluarga yang jumlah anggotanya banyak memerlukan perumahan yang luas. Anak laki-laki memerlukan kamar terpisah dengan anak perempuan. Kecukupan perumahan meliputi juga alat perlengkapan rumah tangga seperti kursi tamu, kursi dan meja makan, kursi dan meja kerja/belajar, lemari pakaian, dan alat-alat dapur. Papan dijadikan orang sebagai ukuran untuk menentukan status sosial keluarga.

3.      Hidup Teratur
Seseorang tidak mungkin hidup sendiri/menyendiri, dia harus hidup berkelompok/bermasyarakat. Unit masyarakat terkecil adalah keluarga yang beranggotakan paling sedikit adalah ayah, ibu, dan anak-anaknya. Apabila anggota keluarga dikembangkan lagi berdasarkan ikatan perkawinan dan keturunan darah maka menjadi keluarga besar. Kehidupan keluarga inti dengan pola perilakunya lebih sederhana dibandingkan dengan pola perilaku keluarga besar. Demikian pula, sistem nilai normatif yang berlaku pada keluarga inti akan berkembang menjadi sistem nilai normatif yang berlaku pada keluarga besar. Makin besar suatu keluarga maka makin bervariasi pula perilaku dan kebutuhan serta cara memenuhinya. Dengan demikian, besar pula kemungkinan timbul perbedaan pendapat yang menjurus pada konflik anggota keluarga.
Dalam kehidupan keluarga, kepala keluarga (suami/ayah) seharusnya selalu berfungsi sebagai pengambil inisiatif guna menciptakan kondisi keluarga yang harmonis dalam arti teratur, rukun, saling menolong dan melindungi, serta saling  beramanat dalam kebaikan dan kesabaran. Perbedaan pendapat dan konflik anggota keluarga diupayakan penyelesaian dengan berpegang pada filosofi hidup “Benang ditarik tidak putus, tepung tidak berserakan” serta “Mengalah untuk menang, dan menang untuk melindungi semua pihak serta menghindari perpecahan”.
Kondisi kehidupan keluarga harmonis merupakan salah satu ciri keluarga yang berhasil dalam hidup berkelompok karena faktor toleransi dapat dipahami dan berfungsi secara baik di bawah tuntunan dan pengarahan kepala keluarga (suami/ayah).

4.      Hidup Bersistem Nilai
Setiap keluarga atau kelompok masyarakat tertentu memiliki sistem nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar atau seluruh anggota keluarga atau kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai tersebut menjadi acuan perilaku dan perbuatan anggota keluarga atau kelompok masyarakat  yang bersangkutan. Sistem nilai tersebut berkembang dengan meningkatnya kebutuhan dan interaksi dalam keluarga atau kelompok masyarakat. Perkembangan tersebut merupakan pengalaman baru yang mereka peroleh, baik karena pengaruh faktor internal keluarga atau kelompok masyarakat, maupun faktor eksternal akibat hubungan hidup bermasyarakat yang lebih luas.
Perkembangan sistem nilai sebagai pengaruh timbal balik antara dua atau lebih keluarga atau kelompok masyarakat dapat menciptakan sistem nilai baru yang lebih maju dan dapat menuntun anggota keluarga atau kelompok masyarakat menuju ke arah pola kehidupan yang lebih bermanfaat misalnya cara kerja produktif, sistem pengamanan bersama, pendidikan dan keterampilan kerja, penyelesaian konflik secara kekeluargaan. Sistem nilai tersebut memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan dari kepala keluarga atau tokoh kelompok masyarakat, sehingga terpola menjadi sistem nilai budaya masyarakat dalam arti yang positif.
Setiap adaptasi antara dua atau lebih sistem nilai dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif jika sistem nilai baru itu menjadi sumber kemajuan keluarga atau kelompok masyarakat tanpa menimbulkan keonaran dan konflik keluarga. Dampak negatif jika sistem nilai baru itu menjadi penghalang keluarga ke arah kehidupan yang lebih baik, menimbulkan konflik keluarga yang akhirnya dapat menimbulkan perpecahan keluarga dan membentuk kelompok keluarga lain. Biasanya dampak negatif ini timbul karena peniruan budaya luar secara utuh tanpa pertimbangan yang logis dan etis, serta lebih didasarkan pada kepentingan diri sendiri dan egoisme pribadi.

5.      Hidup Sehat
Kehidupan keluarga dikatakan sehat apabila anggota keluarga bebas dari penyakit, dalam arti tidak terserang penyakit atau walaupun sudah ada gejala penyakit keluarga cepat mengambil tindakan preventif dan penyehatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, faktor kesehatan ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan faktor lain, seperti tingkat kemakmuran. Makin makmur suatu keluarga, makin terbebas dari serangan penyakit karena selalu siap melakukan pencegahan. Namun, diakui juga walaupun keluarga itu tergolong makmur dari segi kebutuhan ekonomi belum tentu sehat dari segi mental.
Mungkin ada anggota keluarga yang tampaknya sehat, tetapi mentalnya lemah, mudah stres, dan tidak mampu menghadapi kenyataan hidup yang begitu kompleks. Hal ini dapat terjadi apabila kondisi komunikasi dalam keluarga kurang terbuka dan kurang harmonis. Kurang perhatian orang tua terhadap anak atau mungkin penerapan sistem nilai dan etika keluarga terlalu ketat, dapat dianggap sebagai salah satu factor membatasi ruang gerak seorang anak atau anggota keluarga lainnya sementara yang bersangkutan tidak kuasa memberikan reaksi atau melawan kondisi demikian. Ayah selaku kepala keluarga dan ibu selaku ibu rumah tangga harus bijak dan koreksi diri terhadap kondisi keluarga. Perekat kasih sayang dan tanggung jawab dalam kehidupan keluarga mungkin kurang dihayati.
Kesehatan keluarga tidak hanya dilihat dari segi kecukupan sandang, pangan, dan papan tetapi juga dari segi kasih sayang, perhatian satu sama lain, serta saling asuh dan saling asah yang hanya terjadi jika komunikasi dalam keluarga terpelihara baik dan harmonis. Orangtua tidak cenderung diktator dalam mengendalikan keluarga. Keluarga tidak hanya dipenuhi kebutuhan ekonominya, tetapi juga kebutuhan mental yang mungkin lebih melegakan dan membangkitkan gairah hidup keluarga. Jadi, kunci keberhasilan keluarga bukan hanya ditentukan oleh status sosial melainkan juga bebas dari penyakit mental yang kini menggejala di lingkungan keluarga.

6.      Hidup Aman dan Tentram
Keluarga sejahtera bukan hanya ditentukan oleh kemakmuran, sehat badan, dan keharmonisan keluarga melainkan juga oleh hidup aman dan tentram lahir batin. Aman dalam arti tidak ada ancaman atau gangguan dari pihak lain atau lingkungan yang membuat orang jadi gelisah, resah, dan tidak betah dalam menikmati kehidupan. Ancaman dan gangguan lebih ditujukan pada kondisi fisik/lahir misalnya sering terjadi pencurian, gangguan binatang berbisa/buas, penyebaran berita bohong, ataupun ancaman teror bom. Di samping itu, tentram dalam arti tidak ribut dan tidak bising oleh polusi suara hingar-bingar yang bersifat terus-menerus misalnya kebisingan lalu lintas, suara keras melalui pengeras suara dari pusat-pusat kegiatan tertentu  seperti pusat hiburan dan rumah ibadah yang sudah terlalu melampaui batas kewajaran, sehingga mengganggu ketentraman orang lain.
Menghadapi hal demikian, kepala keluarga dan tokoh mesyarakat setempat perlu secara bijaksana melakukan upaya pencegahan serta pendekatan kekeluagaan terhadap sumber ancaman dan gangguan. Upaya tersebut antara lain melakukan ronda bersama, menjaga lingkungan dari gangguan binatang buas dan pihak lain, berkoordinasi dengan pejabat terkait guna menertibkan knalpot kendaraan, dan pendekatan terhadap pusat-pusat kegiatan tertentu agar suara tidak melebihi batas kewajaran. Gangguan ketidak tentraman lebih bersifat mental yang membuat orang gelisah, susah tidur, dan istirahat tidak nyaman.

7.      Hidup Senang
Hidup sejahtera bukan hanya ditentukan oleh kecukupan kebutuhan ekonomi, keamanan dan ketentraman lingkungan, keadaan sehat, dan keadaan teratur melainkan juga keadaan hidup senang. Hidup senang dapat dialami apabila keluarga dapat memenuhi kebutuhan hiburan, baik dalam lingkungan keluarga sendiri (Internal) maupun di luar lingkuran keluarga atau di alam lingkungan (Eksternal). Hiburan erat hubungannya dengan rasa indah yang ada dalam diri manusia. Keindahan adalah bagian dari kesejahteraan hidup manusia yang dapat dialami melalui hiburan.
Hiburan dapat berupa menikmati keindahan ciptaan manusia seperti nyanyian, tarian, lukisan, pertunjukan yang disajikan di pusat-pusat hiburan (Amusement Centre), atau dilakukan sendiri misalnya bernyanyi karaoke, melukis, ataupun menata keindahan rumah. Di samping ciptaan manusia ada lagi keindahan ciptaan Tuhan seperti pemandangan alam dan tubuh yang catik (Peragawati). Semuanya akan memberikan kenikmatan yang menyenangkan bagi orang mengalaminya. Kenikmatan yang menyenangkan itu dapat diperoleh secara langsung (Live) atau secara alami terhadap objek yang dilihat, ditonton, dan dipegang, atau dapat juga secara tidak langsung (Recorded) melalui media elektronik seperti hiburan melalui televisi, radio, ataupun VCD player.

8.      Fokus Pemahaman
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas dapat dicatat bahwa ada dua konsep sejahtera yaitu sejahtera dalam arti hidup berkecukupan sempurna/lengkap, dan sejahtera dalam arti hidup makmur. Sejahtera yang sempurna/lengkap adalah keadaan hidup yang makmur, teratur, bersistem nilai, sehat, aman dan tentram, serta senang. Sejahtera yang makmur adalah kecukupan sandang, pangan, dan papan karena mampu bekerja keras.
Hidup sehat berkaitan timbal balik dengan hidup sejahtera. Konsep hidup sejahtera lebih luas lingkupnya dibandingkan dengan konsep hidup sehat. Hidup sehat belum tentu hidup sejahtera, tetapi hidup sejahtera sudah pasti juga hidup sehat. Hidup sehat dan hidup sejahtera adalah dua kondisi yang saling mengisi dan saling melengkapi. Hidup sehat adalah salah satu indikator dan penjelas hidup sejahtera.
Hidup sejahtera juga berkaitan erat dengan hidup bahagia. Akan tetapi, hidup makmur belum tentu hidup bahagia. Kesejahteraan dalam arti kecukupan hidup yang paling lengkap meliputi kesejahteraan lahir dan batin. Kebahagiaan itu adalah kesejahteraan batin. Dengan demikian, kesejahteraan dalam arti ini dapat menciptakan kebahagiaan. Walaupun manusia hidup makmur, belum tentu dia hidup bahagia. Mungkin terjadi karena cukup sandang, pangan, dan papan tetapi tidak memahami cara mengurus dan memanfaatkannya dapat menjadi bumerang bagi pemiliknya. Dengan harta itu perbuatannya dapat mengarah pada perbuatan maksiat. Sudah dapat diduga akibatnya yaitu kehidupan keluarga tidak tentram dan gelisah/tidak bahagia.
Dihubungkan dengan tingkat kesejahteraan yang telah diuraikan di atas, maka kehidupan keluarga dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu :
a.       Keluarga prasejahtera, yaitu keluarga yang belum memenuhi kebutuhan dasar minimal yang berupa sandang, pangan, dan papan yang layak;
b.      Keluarga sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan dasar minimal berupa sandang, pengan, dan papan yang layak;
c.       Keluarga cukup sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan dasar minimal ditambah kebutuhan pendidikan dan hiburan yang layak; dan
d. Keluarga sempurna sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi semua kebutuhan dasar hidup manusia sandang, pengan, papan, pendidikan, hiburan, dan pekerjaan serta komunikasi dan informasi.